Kamis, 20 November 2014
Transmigrasi Di Papua Sebaiknya Diganti Dengan “Tenaga Ahli” Dalam Mawujudkan Masyarakat Mandiri
Oleh : Marthen Yeimo
Papua merupakan daerah otonom, daerah otonom ini lahir dari adanya Undang-undang No. 21 Tahun 2001. dengan adanya undang-undang ini memberikan hak kepada Pemerintah Papua untuk mengatur rumah tangganya sendiri. kewenangan Pemerintah pusat hanya ada lima poin yakni: Moneter fiskal, Politik luar negeri, Agama, Keamanan, pertahanan, dan Hukum atau yustisi. Pemerintah pusat tidak mempunyai hak yang berkaitan transmigrasi. Mengenai transmigrasi itu sudah sangat melenceng dan melanggar prnisip-prinsip pada atonomi daerah. Jika kita mengacu pada Praturan Pemerintah Repulik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014 Tentang pelaksanaan undang-undang nomor 15 Tahun 1997 tentang ketransmigrasian sebagaiman telah diubah dengan undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Keimigrasian. tepatnya pasal 1 ayat (2) berbunyi: transmigrasi adalah perpidahan penduduk secara sukarela untuk meningkatkan kesejahteraan dan menetap dikawasan transmigrasi yang diselenggarakan oleh pemerintah. Pada pasal ini ada kata "untuk meningkatkan kesejahteraan", kata tersebut dikonotasikan sebagai masyarakat yang mempunyai keahlian dalam bidang tertentu yang dikirim untuk melayani masyarakat didaerah yang masih terisolasi. tetapi yang menjadi masalah adalah masyarakat yang dikirim oleh Pemerintah Pusat adalah masyarakat miskin yang notabenenya tidak mempunyai keahlian untuk diberikan kepada masyarakat di Papua. hal semacam ini kan menimbulkan kepentingan ekonomi pada orang-orang transmigrasi dan membunuh karakter usaha dari orang papua
Karena status Papua sebagai
daerah otonomi khusus, maka Pemerintah Pusat harus mendengarkan pertimbangan
dari Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Provinsi Papua juga harus merima
pendapat dari masyarakat Papua dan mahasiswa Papua. Jika masyarakat dan
mahasiswa Papua menolak maka wacana mengenai tansmigrasi tidak boleh
dilaksanakan. Yang masyarakat Papua butuhkan adalah tenaga ahli seperti guru,
dosen, dokter, insinyur pertanian dan tenaga ahli lainnya. Bukan masyarakat
miskin yang dikirim, sebab yang ada hanya perebutan ekonomi tanpa ada transper
pengetahuan. Jika ini dilakukan maka tepat dengan bunyi pasal 1 ayat (2) yakni
meningkatkan kesejaterahan. Sehingga pemerintah pusat harus melihat juga isi
dari undang-undang transmigrasi ini perluh revisi. Undang-undang
transmigrasi seharusnya menambahkan pasal mengenai “perpindahan tenaga
ahli kedaerah
Sabtu, 19 Juli 2014
Penyalagunaan Dana Otsus oleh Pemangku Kepentingan di Papua
Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua diharapkan dapat menyelesaikan
banyak masalah di tanah Papua. Pekembangan otonomi khusus di Provinsi Papua
tidak sesuai dengan harapan, masih banyak rakyat Papua yang tidak menikmati
hasil dari otsus yang di berikan oleh Pemerintah pusat. Konflik di tanah papua
pun tak kunjung berakhir, lantas kemanakah dana yang diberikan? Siapakah yang
harus bertanggungjawab terhadap dana tersebut? Kedua pertanyaan ini harus di
jawab oleh pemangku kepentingan di Papua.
Banyak Pejabat di Papua mengeluh ke Pemerintah pusat dengan dalil bahwa dana yang
diberikan masih amat kurang. Dengan berbagai keluan dan kenyataan dilapangan otsus
tidak berhasil diterapkan. Pemerintah
pusat menawarkan program Unit Percepatan pembangunan Provinsi Papua dan Papua
Barat (UP4B) untuk menjawab ketidakberhasilan otsus.
Wakil
ketua DPR Priyono Budi menyatakan DPR menyetujui adanya otsus, sekarang Papua
telah diberikan dana sebesar Rp.28,8 triliun plus dana-dana
regular lain. Mengenai pengalokasian dana otsus yang diberikan yang nilainya cukup besar ini pun belum
membewa perubahan. Hal ini tentunya petinggi di Papua yang harus
bertanggungjawab. Masalah penegakan hukum dibidang korupsi pun harus ditangani
secara serius oleh para penegak hukum.
Akibat
dari korupsi yang dilakukan para petinggi di papua, menyebabkan papua merupakan daerah yang jumlah penduduk miskin
tertinggi dibandingkan dengan 33 Provinsi lainnya di Indonesia. Jumlah penduduk
miskin di Provinsi Papua Saat ini jumlah penduduk
miskin di Papua per Maret 2013 sebesar 1.017 ribu orang atau sebesar
31,13 persen. Dibandingkan dengan penduduk miskin pada enam bulan
sebelumnya yaitu September 2012 yang berjumlah 976,370 jiwa atau 30,66
persen artinya jumlah penduduk miskin bertambah sebesar 41 ribu orang atau 0,47
persen.
Dengan demikian
tingkat korupsi di Papua semakin bertambah, padahal jumlah penduduk pada tahun
2014 meningkat menjadi 3,09 juta jiwa. Jika para koroptor ini dibiarkan maka kedepannya
pembangunan dipapua tidak berjalan dengan baik dan masyarakat yang menjadi
korbannya, oleh sebab itu saatnya bagi kita orang Papua dan Non-Papua harus
berbenah diri, khususnya pemangku kepentingan di tanah Papua.